Setiap lembaran yang diujikan
esok pun seakan menjadi tissue, basah
oleh tangis dan tetesan air mata
terima kasih telah menguji sebelumnya
ujian yang sebenarnya.
***
Aku berada di ujung geliat rindu yang tinggal
menunggu hari pengejawantahannya… di dekatmu,
bersamamu. Mungkinkah menjelma nyata?
***
Lebih dari sekadar memenuhi janji, bersamamu
malam ini adalah anugerah yang tidak terkira. Duduk
berdua saling menggenggam jemari di tengarai
gerimis, satu-satu. Bahagiaku telah mematuk nyata,
sesungguhnya.
***
janji siang itu urung meranut nyata dalam alurnya.
Lelah telah mengunyah ragaku tanpa daya.
“Istirahat, ya. Esok kan masih ada.” pintamu.
***
Mataku terpejam tak mau. ragaku pun enggan
takluk pada malam yang menjemput dini. Tak sabar
kumenanti, untuk menatap wajahmu lekat,
tanpa jarak… siang nanti.
***
Maaf jika aku tak lagi mampu berkata-kata untuk
mengungkapkan setiap rindu yang sedari pertama aku
tak pernah memungkirinya. Dan kamulah jua muara
akhirnya… maaf!
***
Bersandar pada kegamangan. Ditepis semuanya
rindu meminta kefanaan. Menepi diam dalam
ketidakberdayaan dan pudar..!
***
Sadarku tak pernah nyata. Selalu saja berharap,
padahal mungkin sia-sia. Biarkan saja. Daripada
gelisah dan rinduku terkurung diam di singgasananya,
tak berdaya!
***
Lebih baik diam mencumbu kesendirian, daripada
sapa dan rinduku tak menjemput nyata di ujung
penantian. Sejenak saja… diam!
***
Sakit ini makin menyudutkan ke dalam ruang rindu
yang tak bertepi. Menguras damba di batas sepi yang
melumat kehampaan. Huuuhh…!
***
Sapaku tak lagi menjaring risau. cair sudah diammu
yang terpendar pada arakan galau. Kini, bisa
kubakukan sapamu lagi dalam riuh bahagia yang
kemilau.
***
Membilas senja bersamamu. Ditimang getar yang
diam-diam menjelma tanpa ampun. Kenapa
hadirmu yang sekejap meninggalkan jejak rindu yang
memikat..
***
Jarak kembali menyekat tatap. Setelah sepotong
kebersamaan membirukan senja, kini tak bisa
kuendus lagi wangi tubuhnya yang membunuh setiap
inci sepi. Aku kangen!
***

Tidak ada komentar:
Posting Komentar